Sabtu, 23 Juni 2012

PNS Menjadi Donatur Jamkesda


Melalui Instruksi Bupati Banjarnegara Nomor 440/456 tanggal 16 Juni 2012, PNS di banjarnegara diwajibkan menjadi donatur bagi masyarakat miskin peserta Jamkesda Kab. Banjarnegara.
Berbeda dengan tahun 2011, pada tahun ini PNS murni sebagai donatur (bukan peserta) dengan besaran sumbangan yang berbeda-beda untuk setiap golongan. Setiap peserta Jamkesda pratama (miskin) memperoleh bantuan sebesar Rp. 25.000,- sehingga jumlah masyarakat miskin non kuota Jamkesmas yang mendapatkan kartu Jamkesda akan semakin banyak, berbeda dengan tahun lalu dimana kartu pratama yang dikeluarkan sama dengan jumlah peserta utama (1 peserta utama menyubsidi 1 peserta pratama).
Golongan
Donasi
Maskin yang dibantu
IV
Rp. 150.000,-
6 orang
III
Rp. 125.000,-
5 orang
II
Rp. 100.000,-
4 orang
I
Rp. 75.000,-
3 orang

Dengan jumlah PNS sebanyak +10.800 orang, ditargetkan jumlah maskin yang memperoleh kartu meningkat mencapai 68.000 orang atau setengah dari maskin non kuota sesuai hasil pendataan pada tahun 2011 yang lalu. Langkah perubahan tersebut diambil mengingat semakin baiknya pelayanan Askes, sehingga PNS dipandang sudah tidak memerlukan jaminan kesehatan tambahan dari Jamkesda.
Nah...beberapa waktu lalu, seorang sahabat saya mempertanyakan tentang kiprah Jamkesda. Sebelumnya untuk sedikit memberikan gambaran akan saya jelaskan sedikit seluk-beluk Jamkesda.
Pertama dari kepesertaannya dibagi menjadi Utama (premi Rp. 100.000,-/orang/tahun), Madya untuk keluarga pra sejahtera/pra KS (premi Rp. 100.000,-/KK/tahun) dan Pratama untuk masyarakat miskin non kuota Jamkesmas (premi disubsidi oleh peserta utama).
Kedua, dari pemberi pelayanan dibagi menjadi 3 tingkat yaitu PPK/Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat I adalah puskesmas, PPK II adalah rumah sakit yang ada di Banjarnegara (RSUD, RSI dan RS Emanuel), PPK III adalah RS milik Pemprov. Jateng. Seperti RS Kariyadi, RS Margono, RSJ Magelang dan RS Pemprov lainnya.
Ketiga dari sistem pembiayaannya dibagi 3 juga yaitu sistem kapitasi, sistem ini mengadopsi sistem yang digunakan oleh PT. Askes dalam pembiayaan kesehatan di PPK I dan Jamkesda Pratama di RSUD dimana pembiayaan kesehatan bagi peserta dibayarkan seluruhnya dengan menghitung jumlah peserta tanpa melihat peserta yang bersangkutan berobat/tidak. Sistem klaim diterapkan untuk pembiayaan peserta Utama dan Madya di PPK II. Terakhir adalah sistem cost sharing bagi PPK III dimana Jamkesda Provinsi menanggung 40% dan sisanya 60% ditanggung Jamkesda Kab. Banjarnegara.
Pelayanan kesehatan di PPK I dan PPK II menggunakan sistem paket, pasien masih dikenakan iur biaya atas pelayanan kesehatan di luar paket, sedangkan di PPK III biaya pelayanan ditanggung sepenuhnya menggunakan sistem cost sharing seperti tersebut diatas. Pasien di PPK III adalah pasien rujukan tingkat lanjut dan membutuhkan biaya besar, diharapkan dengan sistem ini pasien tidak terlalu diberatkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya berobat yang kadang sampai puluhan juta.
Sampai dengan bulan Mei 2012 sudah 166 pasien yang dirujuk ke PPK III, biaya yang dibutuhkan cukup besar mencapai belasan juta per pasien, bahkan beberapa diatas Rp. 20.000.000,- mengingat sebagian besar membutuhkan penanganan operasi yang sudah tidak mampu dilayani oleh PPK II. Disamping pasien yang membutuhkan operasi dari jumlah 166 tersebut terdapat 24 pasien sakit jiwa, biaya perawatan di RSJ memang tidak terlalu mahal berkisar Rp. 75.000,- s.d. Rp.100.000,- per hari, namun pasien sakit jiwa membutuhkan waktu perawatan yang panjang sekitar 5 s.d. 7 bulan sehingga total biaya per pasien juga tinggi. Memang dari biaya tersebut hanya 60% yang menjadi tanggungan Jamkesda Banjarnegara, sedang sisanya ditanggung Jamkesda Provinsi.
Pasien yang sudah dirawat di PPK II berjumlah 1914 pasien dengan berbagai macam penyakit yang diderita. Khusus untuk pelayanan di PPK I kami belum dapat memberikan data secara pasti, karena dengan sistem kapitasi pembayaran didasarkan pada jumlah peserta dan bukan jumlah pasien, namun jumlahnya tentu lebih besar dari PPK II karena pasien PPK II harus dirujuk oleh PPK I terlebih dahulu.
Donasi PNS bagi peserta pratama/miskin mempunyai arti yang penting, mengingat kartu pratama adalah jalan pembuka untuk dapat mengakses pelayanan di PPK III seperti pernah saya ulas dalam postingan saya Jamkesda Oh Jamkesda. Tanpa kartu itu dapat dipastikan seseorang tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Jamkesda Provinsi tersebut.
Mulai Mei 2012 pembiayaan di PPK II sudah menggunakan sistem klaim seluruhnya, baik peserta Utama, Madya maupun Pratama sehingga sistem kapitasi hanya diterapkan bagi puskesmas. Tarik ulur mengenai sistem pembayaran ini memang cukup alot, bahkan pihak RSUD sempat mengancam menghentikan pelayanan bagi pasien Jamkesda jika pembiayaannya belum menggunakan sistem klaim. Hal ini sangat disayangkan, bukankah pelayanan kesehatan bagi warga miskin adalah tanggungjawab kita semua termasuk RSUD sebagai institusi pelayanan kesehatan milik Pemkab dengan pendapatan diatas 20 milyar? Atau hanya tanggungjawab Jamkesda yang notabene Badan Pelaksananya hanya berisi 10 orang.
Kita berharap UU Nomor 40 tahun 2004 yang mengamanatkan agar Badan Pelaksana Jaminan Sosial (Kesehatan) bersifat tunggal dan pertanggungannya bersifat total (total coverage) jadi dilaksanakan pada 2014, sehingga tidak ada lagi pemotongan gaji PNS di tengah sulitnya kehidupan dan penghidupan kita.
Saya beranikan diri menulis artikel ini, meskipun mungkin akan menuai banyak kritikan atau bahkan cercaan dari rekan-rekan PNS. Atas nama Badan Pelaksana Jamkesda Kabupaten Banjarnegara kami mohon maaf apabila pemotongan gaji tersebut kurang berkenan bagi Bapak Ibu sekalian, tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga donasi yang diberikan dapat membawa kemanfaatan yang besar bagi warga miskin di Kabupaten Banjarnegara.
Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Ahsanal Jaza.

Senin, 04 Juni 2012

Mari Bersepeda!


Beberapa waktu lalu Presiden SBY menyerukan agar kita hemat dalam penggunaan BBM, salah satu solusi yang banyak dipromosikan adalah sepeda sebagai sarana transportasi alternatif. Selain hemat energi bersepeda juga menyehatkan, baik jasmani maupun rohani, karena terdapat unsur rekreasi saat kita bersepeda sehingga badan bugar pikiranpun jadi segar. So....I want a bike too!
Nah....sebelum mulai bersepeda (membeli sepeda), ada baiknya kita mengenal jenis-jenis sepeda agar dapat menentukan jenis sepeda apa yang sesuai untuk kita.
Jenis sepeda terbagi ke dalam 2 kategori besar yaitu “Road Bike” dan “Mountain Bike”. Road bike sendiri telah berkembang menjadi beragam jenis, seperti:

Road Race
Inilah basic jenis road bike atau kadang disebut road bike standard. Sepeda ini dirancang untuk balap jalan raya. Material frame (body) untuk kelas pemula umumnya terbuat dari aluminium, untuk kelas menengah terbuat dari karbon fiber, sedangkan untuk profesional terbuat dari titanium. Frame titanium biasanya berbobot antara 500gr s.d. 700gr, sedangkan full bike-nya hanya 1,5kg s.d 2kg,....wow!

Road Flatbar
Model ini adalah modifikasi dari road race, perbedaannya hanya pada handle bar (setang) dan gear set-nya. Sepeda road flatbar dirancang untuk touring jalan raya, sehingga posisi pengendara dirancang lebih santai (nggak nungging banget seperti road race) dan mempunyai rasio gear yang lebih lengkap dibanding road race. Sebagai perbandingan road race umumnya hanya 14-18 speed sedangkan road flatbar 21-27 speed.

Time Trial
Sebenarnya sepeda jenis ini masih terbagi menjadi 2 jenis, yaitu time trial murni yang hanya digunakan di velodrome (arena balap) dan triathlon, perbedaannya pada TT murni menggunakan single speed sedangkan pada triathlon menggunakan gear set yang sama dengan road race.

Fixie
Inilah model sepeda yang sedang “ngetrend” di kalangan anak muda. Nama fixie diambil dari fixed gear, dengan semangat “simply is beauty” sepeda ini dirancang tanpa rem dan menggunakan fixed gear (bisa dikayuh ke depan dan belakang). Unyuk menghentikan laju sepeda pengendara memanfaatkan pedal untuk menahan putaran roda belakang. Pada umumnya sepeda ini diberi warna ngejreng agar tampak menarik dan menggambarkan kebebasan berekspresi.
Selain 4 jenis road bike diatas masih terdapat beberapa jenis road bike lain, misalnya cruiser, tandem, hybrid, city bike dll. Sedangkan untuk kategori mountain bike ragam jenisnya tidak sebanyak road bike, hanya terdapat 4 jenis yaitu:

Cross Country (XC)
Sepeda XC mempunyai spesifikasi yang sesuai untuk melahap jalan-jalan pedesaan, berbatu dan berpasir tetapi tidak dirancang untuk jumping ataupun melintas bukit dan hutan. Tipe ini cukup ringan dan menggunakan suspensi depan pendek dengan jarak traver 80-110 mm. Umumnya sepeda XC menggunakan model hardtail, meskipun ada juga yang full sus (suspensi depan belakang).

All Mountain (AM)
Karena dirancang untuk melintas perbukitan, sepeda AM menggunakan model full sus. Jenis ini mempunyai 3 tingkatan sesuai jenis medan yang akan dilewati, perbedaannya pada jarak travel shock depan. Jarak travel 125-145 mm untuk light AM, 145-165 mm aggressive AM dan 165-180 untuk free ride. Kualitas shock merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kenyamanan dan stabilitas pengendaraan sepeda jenis ini, berbeda dengan jenis XC yang lebih dipengaruhi oleh gear set-nya.

Down Hill (DH)
Inilah kasta tertinggi dari mountain bike. Termasuk olah raga extreme, jenis sepeda yang digunakan dirancang sangat kuat dan memiliki shock yang mampu meredam goncangan keras dengan jarak travel 180-200 mm. Rem yang digunakanpun memiliki ukuran cakram ekstra besar agar lebih pakem. Demi kekuatan yang diperoleh, sepeda jenis ini menjadi sangat berat umumnya antara 14-18 kg,,,hadeuh. Tetapi hal itu tidak masalah karena DH hanya dipake untuk menuruni bukit/gunung dengan kecepatan tinggi, lagian siapa yang mau nggenjot sepeda seberat itu naik gunung....hehehe....

Dirt Jump (DJ)
Meskipun masuk dalam katagori mountain bike tetapi sebenarnya ini adalah sepeda perkotaan. Biasa dipakai untuk atraksi extreme games sepeda ini merupakan bentuk gedenya BMX. Komunitas sepeda di kota-kota besar melakukan jumping dan free style dengan sepeda ini.
Sekarang....sepeda jenis apa yang sesuai dengan kebutuhan anda? Hehehe...bingung?
Untuk anda yang memulai hobi bersepeda diusia 30 th keatas sebaiknya memilih jenis XC karena jenis ini terbilang paling nyaman, baik untuk menjelajah jalan pedesaan maupun jalan raya beraspal, selain bobotnya cukup ringan dan posisi duduk yang relatif tegak sepeda XC juga dilengkapi suspensi untuk meredam getaran, bahkan kenyamanan menyusuri jalan aspalnya mengalahkan jenis road flatbar yang dirancang untuk road touring. Lho....
Ya....saya telah membuktikannya sendiri. Tahun lalu saat memulai hobi bersepeda diusia menginjak sepertiga abad, saya ngeyel untuk memboyong sepeda road flatbar dari tokonya. Meskipun pemilik toko telah menyarankan untuk membeli sepeda XC tetapi saya keukeuh dengan pilihan awal dengan alasan saya hanya bersepeda di jalan beraspal. Namun...setelah sepeda saya pakai ke kantor dengan jarak tempuh + 8km, sesampainya di kantor tangan terasa kesemutan dan pegal, begitu juga dengan daerah selangkangan. Nah...saya uraikan satu-persatu penyebabnya:

Sepeda Road Flatbar milikku
Pertama, posisi duduk yang nungging menyebabkan pergelangan tangan harus menyangga beban berat badan sehingga tangan terasa pegal. Kedua, sepeda ini tidak menggunakan suspensi ditambah ketebalan ban yang hanya 18mm mengharuskan ban dipompa dengan tekanan tinggi, hal ini menyebabkan sepeda tidak dapat meredam getaran yang berakibat selangkangan dan tangan menjadi kesemutan. Ketiga, kondisi jalan raya di Indonesia seringkali memprihatinkan dan menambah “siksaan” bagi pengendara road bike.
Selain itu, untuk daerah pegunungan seperti Banjarnegara banyak jalur tanjakan yang memaksa pengendara road bike mengeluarkan tenaga ekstra. Meskipun di atas kertas sama-sama memiliki gear set 24 speed atau 27 speed namun antara road flatbar dan XC mempunyai spesifikasi gear set yang berbeda. Letak perbedaanya pada crank set yang dimiliki. Apa itu crank set? Sejenis mahluk bergigi tajam, orang biasa menyebutnya gir depan.

Piringan gir pada road flatbar mempunyai ukuran 52-42-34, sedangkan pada sepeda XC ukurannya 44-32-22. Ukuran crank yang lebih besar membuat road bike menjadi raja di jalur datar, tetapi akan terasa sangat berat saat dipaksa melibas jalur tanjakan.
Ok....setelah kita memilih jenis XC, apakah sebaiknya memilih tipe hardtail atau full sus? Hal ini tergantung dengan ketebalan kantong kita. Dengan dana 3,5 s.d. 5 jutaan kita sudah bisa memperoleh sepeda XC hardtail dengan kualitas lumayan (body enteng dgn kualiatas gear set baik). Apabila kita menginginkan sepeda full sus, sebaiknya siapkan dana di atas 7 juta. Kalau kita memaksakan diri membeli sepeda full sus dengan harga di bawah itu, maka produk yang diperoleh memiliki bobot cukup berat dan kualitas sparepartnya juga kurang baik sehingga kinerja kurang mulus, kayuhan tidak efisien dan menyebabkan cepat lelah.
Selanjutnya setelah sepeda di tangan, hal yang mesti diperhatikan adalah soal safety. Terdapat beberapa hal dalam menjalani hobi bersepeda secara aman, yaitu:
1.       Pakaian dan helm. Selain penggunaan helm, kita perlu memakai pakaian berwarna mencolok agar mudah terlihat di tengah kepadatan lalu-lintas.
2.       Bersepeda secara berkelompok. Hal ini membuat kendaraan bermotor cenderung mengurangi kecepatannya saat mendekati kelompok bersepeda, selain itu jika ada masalah dengan sepeda bisa saling membantu.
3.       Sesuaikan spesifikasi sepeda dengan medan yang ditempuh. Jangan pakai sepeda XC untuk aggressive AM apalagi DH, bisa-bisa framenya patah. Untuk sepeda AM sebaiknya menggunakan rem jenis cakram hidrolis mengingat beratnya medan.
4.       Pasang reflektor cahaya pada sepeda jika kita bersepeda di malam hari.
5.       Apabila kita bersepeda ke hutan/daerah terpencil, bawa selalu ban cadangan, pompa mini dan peralatan mengganti ban karena di hutan tidak ada bengkel tambal ban.
Tunggu apa lagi? Ayo kita bersepeda! Menyehatkan dan ramah lingkungan....
Pesan saya untuk anda yang ingin membeli sepeda, “ajaklah pasangan anda saat membeli sepeda agar bisa menjadi rem yang pakem saat anda berhasrat membeli sepeda yang terlalu mahal, hehehe...”.
Akhirnya.....SELAMAT BERSEPEDA!!!

Selasa, 15 Mei 2012

Jamkesda....oh...Jamkesda


Pada tanggal 1 Mei 2012 kartu Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) Pratama/maskin telah habis masa berlakunya, sangat disayangkan Bapel Jamkesda Kab. Banjarnegara belum menerbitkan kartu baru, sehingga masyarakat miskin tidak dapat mengakses layanan Jamkesda baik di Puskesmas, RSUD maupun layanan Jamkesda Provinsi di RS milik Pemprov Jateng seperti RS Margono, RS Kariyadi dll.
Pembiayaan Jamkesda Pratama sendiri merupakan subsidi dari peserta Jamkesda Utama, dimana setiap kartu Utama yang diterbitkan, maka diterbitkan pula 1 kartu Pratama. Pada tahun 2011 yang lalu, lebih dari 90% peserta Utama adalah PNS, hal ini dikarenakan PNS diwajibkan menjadi peserta melalui Instruksi Bupati.
Sedikitnya kepesertaan Utama dari masyarakat umum (bukan PNS) disebabkan karena minimnya kemampuan Bapel dalam mempromosikan program Jamkesda. Hal itu tidak bisa lepas dari sedikitnya personel Bapel (10 orang) dan terbatasnya dana sosialisasi yang dimiliki, ditambah lagi kesadaran masyarakat untuk berasuransi masih sangat rendah. Mereka merasa sayang mengeluarkan uang Rp. 100.000,- untuk premi Jamkesda selama 1 tahun, tetapi merasa ringan mengeluarkan uang untuk membeli rokok yang rata-rata Rp. 10.000,-/hari. Padahal seperti kita ketahui bersama rokok berdampak buruk terhadap kesehatan dan pintu pembuka bagi pecandu narkoba.
Sampai dengan tulisan ini dipublikasikan, Instruksi Bupati yang mewajibkan PNS menjadi peserta/donatur Jamkesda belum turun, sehingga Bapel belum bisa menerbitkan kartu bagi peserta Pratama.
Kita berharap agar instruksi bupati tersebut segera turun dan makin banyak masyarakat umum yang menjadi peserta Jamkesda Utama, sehingga masyarakat miskin yang membutuhkan pembiayaan kesehatan dan tidak mempunyai kartu Jamkesmas dapat terbantu dengan diterbitkannya kartu Jamkesda Pratama.